chatting yuk.....!!!

Pages

Senin, 15 November 2010

10 ciri guru profesional

dikutip dari : http://gurukreatif.wordpress.com

1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

Kompetensi Guru

Pengertian Guru

Dalam UU Nomor Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dijelaskan, guru adalah pendidik professional dengas tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikanformal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasa 1, ayat 1).


Empat Kompetensi Guru

Kompetensi adalah merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam UU Nomor Nomor 74 tahun 2008, pasal 3, ada 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yaitu:

· kompetensi pedagogik,

· kompetensi kepribadian,

· kompetensi sosial, dan

· kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.


1). Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:

a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;

b. pemahaman terhadap peserta didik;

c. pengembangan kurikulum atau silabus;

d. perancangan pembelajaran;

e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;

f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;

g. evaluasi hasil belajar; dan

h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


2). Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:

a. beriman dan bertakwa;

b. berakhlak mulia;

c. arif dan bijaksana;

d. demokratis;

e. mantap;

f. berwibawa;

g. stabil;

h. dewasa;

i. jujur;

j. sportif;

k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan

m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.


3). Kompetensi sosial

Yang dimaksud kompetensi sosial adalah kemampuan Guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:

a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;

b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;

d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan

e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.


(4). Kompetensi profesional

Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:

a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan

b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptualmenaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DI SEKOLAH DASAR

Oleh Sahrudin, A. Ma
1.Pengertian pendekatan proses adalah pendekatan yang memberikan pengetahuan terhadap siswa mengenai hakikat ilmu pengetahuan dan siswa sendiri yang menemukan fakta dan konsepnya.
Contohnya: siswa mengamati tentang stuktur analogi daun tumbuhan dikotil dan monokotil. Siswa sendiri yang harus mengetahui dimana bagian-bagian dari anatomi daun pada tumbuhan dikotil dan tumbuhan monokotil
2.Aspek-aspek keterampilan IPA
Keterampilan-keterampilan proses meliputi:
Mengamati/observasi adalah proses pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan panca indera yaitu indera penglihatan.
Contoh: siswa disuruh untuk mengamati bagian-bagian bunga
Keterampilan mengklasifikasi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap suatu objek dengan mengamati persamaan dan perbedaannya berdasarkan urutannya.
Contohnya: mengklasifikasi tentang makhluk hidup.
Keterampilan memprediksi adalah memperkirakan tentang apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau hubungannya. Contohnya: prediksi tentang cuaca, yang mengatakan bahwa besok mendung dan akan terjadi hujan.
Keterampilan membuat hipotesis adalah keterampilan yang didasarkan pada dugaan sementara yang terjadi di alam dan biasanya melalui pengamatan, eksperimen, dan demontrasi.
Keterampilan mengendalikan variable
Adalah factor-faktor yang berpengaruh dan bervariasi Variabel terdiri dari atas:
variabel bebas: variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan.
variabel terikat: variabel yang di pengaruhi.
variabel kontrol: variabel yang tidak berubah atau tetap
Contohnya: pengaruh limbah pabrik terhadap pencemaran lingkungan
variable bebas variabel terikat variabel kontrol:
kebiasaan membuang sampah pembuangan asap knalpot pada motor dan mobil pembakaran lahan
Keterampilan merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen.

Adalah keterampilan yang kompleks yang meliputi beberapa tahap yaitu:
manetapkan masalah penelitian menetapkan hipotesis
manetapkan bhan dan alat yang di gunakan. Menetapkan langkah-langkah percobaan serta waktu yang dibutuhkan menentukan format tabulasi
Keterampilan menyimpulkan (inferensi) adalah kesimpulan yang diambil dari data informasi. Contoh: siswa enarika kesimpulan berdasarkan pengalaman tentang proses pertunbuhan tanaman yang berada di tempat gelap dan di tempat terang.
Keterampilan mengaplikasikan adalah keterampilan yang menerapkan konep-konsep atau pengetahuanyang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
Keterampilan mengakomodasi adalah keterampilan menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya pada orang lain. Contohnya: siswa maju kedepan kelas dan berbicara mengenai ide-ide yang ada pada dirinya kepada teman-temannya.


3.Pendekatan keterampilan proses di SD.
a.Siswa mengklasifikasikan objek menurut bentuk, jumlah, dan ukurannya
b.Membuat model dan mempergunakan alat-alat peraga dalam proses pembelajaran
Contoh : Menggambar diagram atau menampilkan gambar berupa foto, dll.
c.Siswa mampu membuat hipotesis dalam mengamati suatu objek.
d.Membuat generalisasi dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus
e.Siswa mampu membuat inferensi berdasarkan objek yang diamati.
f.Siswa menginterpretasikan data yaitu mampu mengolah data
g.Mengambil keputusan berdasarkan alternatif yang dipilih
h.Siswa mengamati objek dengan menggunakan panca indera.

PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)

Awal mula kata-kata PAKEM dikembangkan dari istilah AJEL (Active Joyfull and Efective Learning). Untuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1999 dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan).

Namun seiring dengan perkembangan MBS di Indonesia pada tahun 2002 istilah PEAM diganti menjadi PAKEM, yaitu kependekan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Namun demikian jika dicermati dalam modul-modul pelatihan PAKEM, landasan-landasan teori yang digunakan di dalamnya pada hakekatnya adalah mengambil dari teori-teori tentang active learning atau pembelajaran aktif.

Pendekatan belajar siswa aktif sebenarnya sudah sejak lama dikembangkan. Konsep ini didasari pada keyakinan bahwa hakekat belajar adalah proses membangun makna/pemahaman, oleh si pembelajar, terhadap pengalaman dan informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan yang dimiliki) dan perasaannya. Dengan demikian siswalah yang harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman maupun keterampilan dalam rangka membangun sebuah makna dari hasil proses pembelajaran.

Pengertian pembelajaran aktif sedikit membingungkan. Hal tersebut dikarenakan setiap orang memberikan pengertian yang berbeda-beda. Terlebih jika melihat hakekat belajar sebagaimana disebutkan di atas yaitu proses membangun makna oleh si pembelajar. Jadi mustahil siswa dikatakan belajar tetapi dia pasif sama sekali.
Barangkali istilah pembelajaran aktif di sini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional gurulah yang mendominasi semenatara pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih banyak melakukan aktivitas belajar. Kedua pendekatan pembelajaran masih tetap ada keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda. Secara kuantitatif depdiknas pernah menetapkan dengan perbandingan 30% : 70%. Jika pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya) teknik pembelajarannya adalah 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan. Sedangkan pada pembelajaran aktif (imlementasi dari kurikulum 2006) teknik pembelajaran dilakukan dengan 70% siswa yang aktif melakukan kegiatan dan guru hanya 30% saja.

Pembelajaran aktif adalah suatu istilah yang memayungi beberapa model pembelajaran yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran pada si pelajar. Bonwell dan Eison ( 1991) mempopulerkan pendekatan ini ke dalam pembelajaran. Istilah active learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1990-an Association for the Study of Higher Education (ASHE) memberikan laporan yang lebih lengkap tentang active learning. Dalam laporannya tersebut mereka telah mendiskusikan berbagai metode pembelajaran untuk memperkenalkan aktive learning.
Berikut pandangan dari para ahli mengenai kegiatan, siswa, dan lingkungan belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary and Secondary Education Missouri Department of Elementary and Secondary Educationdalam http://schoolweb.missouri.edu/stoutland/elementary/active_learning.htm, sebagai berikut:

a. Silberman, M (1996) menggambarkan saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka belajar. belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi…untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan – menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.

b. Glasgow (1996) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk menjadi suatu kekuatan lebih besar di yang dimiliki siswa.
c. Modell dan Michael (1993) Menggambarkan suatu lingkungan belajar aktif adalah lingkungan belajar di mana para siswa secara individu didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya sendiri dari informasi yang telah mereka peroleh.

d. UC Davis TAC Handbook, Active Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi mereka sendiri. Active learning adalah suatu pendekatan bukan metode.
Menurut Joel Wein (1997:1) mendefinisikan active learning adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan memberikan peran yang lebih aktip di dalam proses pembelajaran. unsur umum di dalam pendekatan ini adalah bahwa guru dipindahkan peran kedudukannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan materia pelajaran; menjadi para siswa lah yang berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu.
Akhirnya pada tahun 2004 sebagaimana dikatakan oleh Mayer (2004) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one strategi seperti “active learning” sudah berkembang luas
hampir pada semua kelompok teori yang mengenalkan tentang pembelajaran yang mana siswa dapat menemukan sendiri. Bruner pada tahun 1961 pernah menjelaskan bahwa asalkan siswa sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian dapat mengingat kembali informasi yang telah diberikan sebelumnya, itu sudah dikatakan siswa aktif. Tetapi penjelasan itu ditentang oleh Mayer (2004); Kirschner, Sweller, and Clark, (2006) yang pada intinya mengatakan bahwa aktif menjelaskan bahwa siswa aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam proses pembelajaran.

Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one memberikan beberapa contoh pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Disarankan agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pembelajaran, kemudian biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru kemudian memberikan informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama pembelajaran. Disarankan penggunaan active learning pada saat siswa telah mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah memiliki suatu pemahaman yang baik manyangkut materi sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa active learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/ dipraktikkan) dengan menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar.
PAKEM dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar (Sediono, dkk. 2003: 34).

Pembelajaran Kreatif yaitu pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang kreatif. Jerry Wennstrom (2005) mengatakan proses kreatif adalah suatu format explorasi yang berbeda dari yang lain, yaitu proses yang dihubungkan dalam pengalaman hidup dan bukan merupakan suatu model umum. Proses pembelajaran yang kreatif adalah adalah suatu tindakan untuk penemuan terus menerus, penggalian yang mendalam dengan hati, pikiran dan semangat untuk mendapatkan keindahan dan pengalaman baru yang dapat ia rasakan (http://www.handsofalchemy.com). Menurut Jerry Wennstrom ini, proses belajar dikatakan kreatif bukan dilihat dari orang lain, namun lebih dilihat dari si-pelaku belajar sendiri. Dalam proses belajar apakah siswa telah menggunakan seluruh kemampuannya untuk memperoleh keindahan dan pengalaman baru. Keindahan dan pengalaman baru tersebut hanya bisa dirasakan oleh siswa itu sendiri. Dengan demikian proses kreatif antara siswa yang satu dengan yang lainnya berada pada takaran yang berbeda-beda.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa PAKEM adalah akronim dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti menaingkatkan hasil belajar. Seperti dikatakan oleh Muhhammad Rasyid Dimas bahwa memetik senar kegembiraan pada anak akan memunculkan keriangan dan vitalitas dalam jiwanya. Hal itu juga akan menjadikan si anak selalu siap untuk menerima perintah, peringatan, atau bimbingan apapun. Menabur kegembiraan dan keceriaan pada anak akan membuatnya mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam bentuk yang sempurna (Tate Qomaruddin. 2005:19).
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup bila proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Pembelajaran yang menyenangkan ditandai dengan besarnya perhatian siswa terhadap tugas sehingga hasil belajar (tujuan pembelajaran) meningkat. Selain itu dalam jangka panjang diharapkan siswa menjadi senang belajar untuk menciptakan sikap belajar mandiri sepanjang hayat (life long learn).
Secara garis besar PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:

Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar

A. Pengertian Pembelajaran Tematik

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.


B. Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Pembelajaran tematik mencakup:

Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

C. Arti Penting Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).

Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

D. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

E. RAMBU-RAMBU

1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
4. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.
5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral
6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah setempat

METODE PEMBELAJARAN YANG LEBIH BERPUSAT PADA SISWA

Pembahasan tentang metode pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa meliputi : kerja kelompok, karya wisata, penemuan, eksperimen, pengajaran unit, dan pengajaran dengan modul ini dikembangkan berdasarkan tulisan Kartawisastra, dkk (1980), Sumantri dan Permana (1998/1999), Tareja, dkk (1980), Mainuddin dan Gunawan (1980), dan Sagala (2000). Metode-metode pembelajaran itu secara rinci dapat Anda kaji dalam uraian berikut :

1. Metode Kerja Kelompok

a. Pengertian

Sagala (2006) mengatakan bahwa metode kerja kelompok adalah cara pembelajaran dimana siswa dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompok dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri untuk Strategi Pembelajaran 7-3
mempelajari materi pelajaran yang telah ditetapkan untuk diselesaikan secara bersama-sama. Pada umumnya materi pelajaran yang harus dikerjakan secara bersama-sama dalam kelompok itu diberikan atau disiapkan oleh guru. Materi itu harus cukup kompleks isinya dan cukup luas ruang lingkupnya sehingga dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang cukup memadai bagi setiap kelompok. Materi hendaknya membutuhkan bahan dan informasi dari berbagai sumber untuk pemecahannya. Masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan membaca satu sumber saja tentu tidak cocok untuk ditangani melalui kerja kelompok. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, perbedaan bakat dan minat belajar, jenis kegiatan, materi pelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tugas yang harus diselesaikan, siswa dapat dibagi atas kelompok paralel yaitu setiap kelompok menyelesaikan tugas yang sama, dan kelompok komplementer dimana setiap kelompok berbeda-beda tugas yang harus diselesaikan.

b. Tujuan

Metode kerja kelompok yang digunakan dalam suatu strategi pembelajaran bertujuan untuk :

1) memecahkan masalah pembelajaran melalui proses kelompok

2) mengembangkan kemampuan bekerjasama di dalam kelompok

c. Alasan Penggunaaan Metode Kerja Kelompok

Mengapa guru memilih kerja kelompok sebagai metode pembelajaran? Guru menggunakan metode kerja kelompok dalam pembelajaran karena:

1) Kerja kelompok dapat mengembangkan perilaku gotong royong dan demokratis.

2) Kerja kelompok dapat memacu siswa aktif belajar.

3) Kerja kelompok tidak membosankan siswa melakukan kegiatan belajar diluar kelas bahkan diluar sekolah yang bervariasi, seperti observasi, wawancara, cari buku di perpustakaan umum, dan sebagainya.

d. Kekuatan dan Keterbatasan Metode Kerja Kelompok

1) Kekuatan Metode Kerja Kelompok

a) membiasakan siswa bekerja sama, musyawarah dan bertanggung jawab

b) menimbulkan kompetisi yang sehat antar kelompok, sehingga membangkitkan kemauan belajar yang sungguh-sungguh.
7-4 Unit 7

c) Guru dipermudah tugasnya karena tugas kerja kelompok cukup disampaikan kepada para ketua kelompok.

d) Ketua kelompok dilatih menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, dan anggotanya dibiasakan patuh pada aturan yang ada.

2) Kelemahan Metode Kerja Kelompok

a) Sulit membentuk kelompok yang homogen baik segi minat, bakat, prestasi maupun intelegensi.

b) Pemimpin kelompok sering sukar untuk memberikan pengertian kepada anggota, menjelaskan, dan pembagian kerja

c) Anggota kadang-kadang tidak mematuhi tugas-tugas yang diberikan pemimpin kelompok

d) Dalam menyelesaikan tugas, sering menyimpang dari rencana karena kurang kontrol dari pemimpin kelompok atau guru.

e) Sulit membuat tugas yang sama sulit dan luasnya terutama bagi kerja kelompok yang komplementer.

e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Kerja Kelompok

Bagaimana cara mengatasi kelemahan Metode Kerja Kelompok? Kelemahan metode kerja kelompok dapat diatasi dengan:

1) Mengkaji lebih dulu materi pelajaran dengan cermat, lalu buat garis besar rincian tugasnya untuk setiap kelompok agar bobot tugas tersebut sama beratnya.

2) Adakan tes sosiometri dan hasilnya digunakan untuk pembentukan kelompok yang mereka kehendaki.

3) Bimbingan dan pengawasan kepada setiap kelompok harus dilakukan terus menerus.

4) Jumlah anggota dalam satu kelompok jangan terlalu banyak

5) Motivasi yang diberikan jangan sampai menimbulkan persaingan antar kelompok yang kurang sehat.

f. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Metode Kerja Kelompok

1) Kegiatan Persiapan

a) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

b) Menyiapkan materi pembelajaran dan menjabarkan materi tersebut kedalam tugas-tugas kelompok.

c) Mengidentifikasi sumber-sumber yang akan menjadi sasaran kegiatan kerja kelompok.
Strategi Pembelajaran 7-5

d) Menyusun peraturan pembentukan kelompok, cara kerja, saat memulai dan mengakhiri, dan tata tertib lainnya.

2) Kegiatan Pelaksanaan

a) Kegiatan Membuka Pelajaran

Melaksanakan apersepsi, yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran sebelumnya.

Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan diajarkan

Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan dikerjakan dalam mencapai tujuan pelajaran itu.

b) Kegiatan Inti Pelajaran

Mengemukakan lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari

Membentuk kelompok

Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau langsung kepada semua siswa

Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan mengakhiri kegiatan kerja kelompok.

Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama siswa melakukan kerja kelompok.

Pertemuan klasikal untuk pelaporan hasil kerja kelompok, pemberian balikan dari kelompok lain atau dari guru.

c) Kegiatan Mengakhiri Pelajaran

Meminta siswa merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja kelompok.

Melakukan evaluasi hasil dan proses

Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi yang belum dikuasai siswa maupun memberi tugas pengayaan bagi siswa yang telah menguasai materi tersebut.

Dikutip dari :
Abimanyu, Soli dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

TUGAS DAN PERAN GURU

Tugas Guru
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.

Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.

Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.

Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya.
Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu :
1.

Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.
2.

Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.
3.

Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.


PERAN GURU


WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.


Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.


Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.


Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.


Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.


Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.


Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.


Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Disusun oleh Sriudin